Setelah labil kuadrat, pangkat tiga-empat-lima-SEPULUH, dan akhirnya akun fulkifadhila.com suspended (hiks) karena jarang ditengok dan diisi, akhirnya diputuskanlah...
I'll start writing regularly on YOU, seekthestar. My longtime no see best friend. Hehehe.
Bismillah.
For a start, one post per week will suffice.
fulkifadhila
Allah Maha Kuasa, ciptakan manusia. Lemah dan hina, tapi wajib mulia.
Jumat, 10 Februari 2017
Minggu, 06 Desember 2015
Challenges to confront with...
“Inevitably, if we are to grow and change as adults, we must gradually learn to confront the challenges, paradoxes, problems and painful reality of an insecure world.”
What is so different with being an adult?
Islam mengajarkan bahwa paska akil-baligh, tiap manusia diberikan buku amalannya sendiri, bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Tapi kadang (dan mungkin semakin kesini nampaknya mayoritas), kedewasaan fisik tidak selalu diikuti dengan kematangan mental-spiritual.
Menginjak usia diatas kepala 2, terutama setelah lulus dokter, hal yang paling #warbiyaza life changing buat saya (despite of being married ^^) adalah how to face, lebih tepatnya confront mungkin ya, problems. Kalau coba retrospect, dulu rasanya jaman sma&mahasiswa kaya yg banyaaak bgt problems, padahal g ada apa2nya ya sama sekarang :)))
P.r.o.b.l.e.m.SSSSSSS (with as much S as I can put)
Terutama terkait dengan pekerjaan sebagai dokter. We are being responsible literally for kelangsungan hidup seseorang (secara syari'at, hakikatnya mah teuteeuuup hidup mati sehat sakit mah hak Allah ya). Being pointed out or being accused of something either you do it or don't is like daily challenge. Belum lagi kalau cara dan etika penyampaiannya g enak.
Pengen lari atau sembunyi, tapi the real problem is actually not in solving it (solving is the next big thing of course), but first thing first is to FACE it, to CONFRONT it. Untuk gak ciut duluan dengan masalah. To be professional, still. Karena kadang, dan seringnya, teman-rekan kerja, tempat kerja, bisa jadi super tega dan 'jahat' sama kita. Tapi ya tadi, being an adult is how to confront challenges and problems.
Kadang juga kita udah ngerasa bersalah dan g enakan duluan, tapi ternyata pihak yang bersangkutan malah g ada masalah. Kalo udah perkara ini, intinya emang cuma komunikasi. Try to face, confront, and communicate your problems, or what you think is a problem.
It takes a big step of bravery, ya know.
And while we deal with it, maturity process is taking it course along the way.
Ahhhhh semangaaaattt!
After these long days of challenges, confrontation, and lotsa problem, not to mention patient to dealjust so we know that we can always come home. :)
And suddenly I miss my husband....
Senin, 11 Mei 2015
Dolce Far Niente
Dolce Far Niente is a well known old italian expression, which means, the feeling of pleasant in doing nothing. I read it first in “Eat, Pray, Love” the novel. When the suddenly-collapse-and disoriented life of Elizabeth GIllbert made her flew around the world from US to three distinctive country, one of them is Italy. To find peace, she said, to find grip onto life, she chose the extreme way, flew away and find new place to rebuild the conscience.
(Terus aku lanjut pake bahasa indonesia aja gitu, ahaha maaf ya, lebih enak nulis dengan bahasa ibu memang)
Dolce Far Niente konteks di novelnya sebenernya mengacu pada analisis komparasi Gilbert tentang kondisi itali vs amerika. Orang amerika katanya g bisa berada dalam kondisi idle, dan justru mendapat kebahagiaan dari kondisi tekanan kerja, kerja terus sampai kondisi kelelahan dan di weekend akhirnya mereka terlalu lelah untuk bisa ngapa-ngapain dan endup dengan siklus tidur-nonton tv, yang semuanya dilakukan dalam keadaan mild coma alias impaired consciousness *ini gue banget kalo abis jaga*. ahaha. but turns out, it what makes them happy, to working their *ss of like that. makanya banyak orang pengangguran yang stress.
Okay enough about american, ini cuma ngutip phrase-nya aja. Nah, lanjut lagi, dolce far niente ini harusnya leads to l’arte d’arrangiarsi – the art of making something out of nothing. (Terus orang makin bingung sebenernya aku mau ngomong apa ahaha)
Untuk orang yang terbiasa dengan pace hidup cepat, ritme kerja dengan deadline, tekanan tinggi, dan tiba-tiba jreng~ being idle dan penuh dengan waktu kosong (bukan dalam konteks pengangguran, tapi terbebas dari kerja 8-4 atau jam jaga malam padat merayap) yang bebas mengatur waktu sendiri, its a tough adaptation. and if I may say, quite depressing at first. Even more depressing than when I was in Baubau.
To make something out of nothing~ bagaimana mengatur jadwal se PRODUKTIF mungkin, dan bisa mandiri, artinya, (karena kita tidak berada dalam kondisi kerja kantoran yang diawasi ketat dan memang kontraknya antara pekerja dan perusahaan), kontrak ini terjadi antara kita dan……kita sendiri (tentu diawasi Allah yang Maha Melihat dan malaikat yang mencatat). Ini mainnya mental, sekuat apa kita mengalahkan kita sendiri untuk bisa disiplin terhadap rencana-rencana kita sendiri.
Two side of a blade banget ya. Sebenernya kita bisa lebih produktif dan merencanakan segala program dan pengembangan diri sesuai yang kita harapkan, tapi kalau g disiplin dan manajemennya g baik, malah akan jadi sia-sia dan kita akan semakin tenggelam dengan that depressing state. Being emotionally unstable when the only one to blame is actually, yourself.
Mungkin ini yang terjadi awalnya pada full-time housewives or working at home mother, dan sejenisnya.
But the very first phase you have to work it out is, still, acceptance and gratitude. Untuk bersyukur terhadap semua kondisi yang Allah tetapkan atas kita sekarang ini, menerima dengan ikhlas, dan pada akhirnya memprosesnya menjadi karya yang tidak kalah hebat.
I’m still working on it though. Muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, sehat sebelum sakit, lapang sebelum sempit, … hidup sebelum mati.
Bismillahi tawwakaltu ‘alallah, laa haula wa laa quwwata illa billah.
Rabu, 15 April 2015
Moving on *bumbumjes
Assalamualaikum wr wb. Halo semuanyaa :)
Ini sebenernya cuma brief info aja, sekarang fulki coba untuk pindah ke fulkifadhila.wordpress.com, alasannya bisa dibaca di post pertama di blog yang baru.
Do'akan ya, kalau memang konsisten nulis dan memang kemampuan nulis fulki berkembang, rencananya ntar mau bikin fulkifadhila.com (hadiah buat diri sendiri HANYA JIKA konsisten nulis), salah satu alasan kenapa pindah ke wordpress.
See you here --> fulkifadhila.wordpress.com
Ini sebenernya cuma brief info aja, sekarang fulki coba untuk pindah ke fulkifadhila.wordpress.com, alasannya bisa dibaca di post pertama di blog yang baru.
Do'akan ya, kalau memang konsisten nulis dan memang kemampuan nulis fulki berkembang, rencananya ntar mau bikin fulkifadhila.com (hadiah buat diri sendiri HANYA JIKA konsisten nulis), salah satu alasan kenapa pindah ke wordpress.
See you here --> fulkifadhila.wordpress.com
Sabtu, 03 Januari 2015
Years of struggle
"One day in retrospect, the years of struggle will strike you as the most beautiful."
2 Januari 2015, 11 Rabiul Awal 1436 H
Besok harus hiking dan sekarang masih on ngerjain tugas medicuss dan masih agak teler post jaga (tepar yaAllah)
2 Januari 2015, 11 Rabiul Awal 1436 H
Besok harus hiking dan sekarang masih on ngerjain tugas medicuss dan masih agak teler post jaga (tepar yaAllah)
Kemarin saya jaga di klinik rancamanyar, masyaAllah pasiennya banyak banget sampe hampir 100. Rasanya? Sendi tangan sama kaki kaya mau putus dan badan saya sakit-sakit. Masalahnya disana g ada perawat jd semua kita kerjain sendiri. Pas pulang jam 9 pagi saya sampe ketiduran terus kebawa sama angkot -,-
Pasiennya pun aneh-aneh, ada pasien remaja kena petasan meledak di tangan yang harus saya sambung jari jempolnya dateng jam 11 malem. Hati rasanya ingin ngamuk "nanaonan maneh nyiksa diri sorangan atuh!" tapi akhirnya cuma bisa senyum2 mesem dan minta anaknya banyak bersyukur, karena biasanya orang kena petasan tangannya bisa sampe lepas dan dia cuma hampir lepas.
Kehidupan pasca internsip upside down sekali. Sambil tunggu STR sementara jaga klinik dan ngajar di Medicuss. Setidaknya sampai bulan februari awal sampai setelah semua syarat untuk melamar kerja di RS dipenuhi (minimal ACLS dan STR).
Banyak harus bebersih diri, bebersih keluarga, bebersih lingkungan
Semoga Allah memberikan kekuatan dan kesabaran
Hore akhirnya nulis lagi :"
Minggu, 31 Agustus 2014
When I'm feeling blue?
I like:
the perfect, full-circle sunset,
the crystal reflection sparkled on the blue sea surface,
the sky, hm, yes, the sky
the boat that somehow reminds me of both solitude and hope
the color cascade of blue sea
I like:
the electric blue color on my veil (I recently love this color; vivid but beautiful)
the blue stitch that has been my best and loyal traveling buddy like ever
So, when I'm feeling blue?
All I have to do is...
simply remember my favorite things, and I don't feel so so sooo bad.
Blue isn't that bad after all.
Sabtu, 23 Agustus 2014
Embracing South-East Celebes: Desa Labengki
“Travelling is a matter of seeking a great perhaps. Opening up to
possibilities and chances that what might happen, will guide you to better
places, journey, and maybe, your life turning point.”
Desa Labengki dari kejauhan; hidden paradise waiting to be treasured |
Petualangan kami kali ini penuh dengan hal random dan spontanitas. Berbekal nekat, sedikit informasi dan
searching di google, kami merencanakan perjalanan ke Labengki, sebuah Desa yang
terletak di Kabupaten Konawe Utara. Desa yang disebut-sebut sebagai Raja
Ampatnya Sulawesi Tenggara. Tentu tidak asing bukan dengan Raja Ampat, salah
satu pusat destinasi pariwisata keindahan pantai dan bawah laut yang disebut
sebagai salah satu yang terbaik di Indonesia, bahkan dunia.
Perjalanan tentu
dimulai dengan mencari informasi, bagaimana caranya menuju ke Labengki. Sempat
bingung darimana harus memulai perjalanan, sampai akhirnya kami bertamu ke
Dinas Pariwisata Kabupaten Konawe Utara, dan berkesempatan untuk langsung
berbincang dengan Kepala Dinas. Beliau adalah orang yang sangat terbuka dan
bersemangat membantu kami melakukan perjalanan ke Labengki. Kami diarahkan
untuk menuju Kecamatan Lasolo untuk selanjutnya menaiki kapal dari sana. Kami menyewa
kapal yang dikemudikan oleh Pak Rasyid, seorang dari suku Bajoe, suku laut yang
sangat fenomenal. Kapal disewa dengan harga 1 juta rupiah. Walaupun awalnya
sempat kecewa harus menunda keberangkatan satu hari dikarenakan pengemudi kapal
berkata angin dan ombak sedang sangat tidak bersahabat, pada akhirnya kami
tetap bersemangat untuk melakukan perjalanan ke Labengki setelah dijanjikan
bahwa esok pagi laut akan lebih tenang. Kami pun bergerak menuju Lasolo dengan
optimis.
Setibanya di
Kecamatan Lasolo, kami langsung bertemu Bapak Raden, Bapak Camat Lasolo. Setelah
mengobrol banyak tentang Kecamatan Lasolo, potensi pariwisata Labengki yang
sedang digembar-gemborkan, dan permasalahan keseharian beliau sebagai camat
Lasolo, akhirnya kami pun bermalam di Lasolo. Pak Raden telah menjadi tuan
rumah yang sangat baik dan menyediakan tempat bermalam sebelum kami menyeberang
ke Lasolo keesokan paginya.
Muka udah mau nangis naik kapal kecil mau lewatin laut banda yang ombak tinggi hiks |
Pagi hari yang
dinanti sudah tiba, tapi ternyata…hari hujan! Saya jadi tegang. Kami berjanji
bertemu dengan pengemudi kapal di Pasar sekaligus Pelabuhan Lasolo. Setibanya
disana, terdapat deretan kapal-kapal yang lumayan besar. Saya pun penasaran,
kapal mana yang akan digunakan untuk berangkat ke Labengki. Ternyata… kami akan
menggunakan kapal kecil bermuatan 3-5 orang. Ditambah cuaca mendung dan hujan,
saya semakin berat melanjutkan perjalanan. Saya bertanya ke Pak Rasyid, apakah perjalanan
ini aman? Beliau dengan tegas meyakinkan saya: “InsyaAllah aman. Hujan justru bagus Bu, anginnya tidak terlalu
kencang. Kita tidak perlu takut dengan hujan. Tenang saja Bu.” Ditambah
lagi dengan dorongan dari teman seperjalanan, akhirnya kami pun bergerak menuju
Labengki.
Ituuuu kapalnyaaaaa~ T___T |
Ooohhh laaa laaaa ombaknya mantaaap |
Di perjalanan,
subhanallah, ombak sungguh aduhai. Karena perjalanan menuju Labengki harus
melewati Laut Banda, terbayang bukan bagaimana ombaknya? Apalagi sedang musim
angin timur begini. Jangan harap laut tenang-tenang lucu, hampir tidak mungkin.
Awalnya saya tegang bukan kepalang, sudah ingin menangis. Tapi lama kelamaan
saya mulai terbiasa dengan hentakan-hentakan dan goyangan di kapal. Perjalanan
pun menjadi tidak terlalu menakutkan. Apalagi sepanjang perjalanan di kapal,
mata dimanjakan dengan hamparan pegunungan yang berderet tegak di sepanjang
tepi laut. Gagah, di saat yang sama juga indah. :)
Mendekati area
Pulau Labengki, kami banyak menemukan pulau-pulau karang kecil yang cantik dan
masih perawan. Dikelilingi oleh lautan hijau jernih dangkal yang mengundang
untuk dieksplorasi, baik snorkeling maupun diving!
![]() |
Batu karang everywhere! |

Perjalanan memakan waktu kurang lebih 2 jam. Hingga akhirnya kami sampai ke sebuah Pulau Besar dan disambut dengan deretan rumah panggung yang berada di tepi pantai. Selamat datang di Pulau Labengki!
Merapat ke daratan! |
Sesampainya di
Labengki kami langsung berkunjung ke rumah Kepala Desa lalu berbincang-bincang
dengan beberapa orang tokoh masyarakat disana, diantaranya Ibu Harlina, seorang
guru honorer yang mengajar di SDN Labengki. Semuanya sangat terbuka dan ramah,
membantu dan memfasilitasi kami disana. Penduduk Desa Labengki berjumlah 423
jiwa, dengan mayoritasnya merupakan Suku Bajoe. Warga Desa Labengki sebenarnya
tersebar di dua buah Pulau, yaitu Pulau Labengki dan Pulau Mawang. Mayoritas
penduduk bermukim di Pulau Labengki.
![]() |
Diliatin ibu-ibu pas lagi mendarat. Assalamualaikum ibuuu~ |
Ada yang lucu,
yaitu saat ingin ke kamar mandi untuk buang air. Di Desa Labengki jumlah kamar
mandi sangat minim, hanya 1 atau 2. Karena tidak mendapatkan kamar mandi, saya
akhirnya ikut ke salah satu rumah warga dan disuruh untuk buang air di lantai
dapur! Oalaaa~ Jadi Suku Bajoe yang bermukim di Desa Labengki masih tidak
terlalu kenal dengan budaya kloset/toilet. Saking dekat dan bersahabat dengan
laut, kebutuhan primer MCK juga dilakukan disana.
![]() |
Children of Bajoe; Yes, happiness is contagious. Smiling ear to ear when I took it, and now, everytime I see this. |
![]() |
Tiang-tiang jemuran pakaian warga Labengki |
![]() |
Beginilah keseharian wanita dan anak-anak Bajoe di Labengki |
![]() |
In front of old mercusuar. Kaya lagi di korea nggak gueh? |
![]() |
Pemukiman warga dengan latar belakang laut lepas biru jernih dan langit cerah. Beautifully breath-taking!![]() ![]() |
Menurut Bapak Kepala Desa, yang biasanya menjadi
destinasi wisata para turis di Desa Labengki justru berada di Pulau Mawang,
karena disana sudah terdapat fasilitas untuk kita bisa menikmati pemandangan
bawah laut yang eksotis dengan snorkelling dan menyelam, terdapat penangkaran
lobster, udang dan kimaboe atau kerang besar yang disebut-sebut sebagai
terbesar kedua di dunia. Pulau Mawang bisa dicapai dengan 15 menit perjalanan
menggunakan kapal.
Setibanya di Pulau
Mawang, kami langsung disambut oleh penjaga Pulau. Kami diberitahu bahwa semua
fasilitas snorkelling dan menyelam seperti sepatu katak, tabung oksigen, mask,
dsb dapat disediakan disini. Bahkan sebelum menyelam kita bisa dilatih dulu
agar tidak kaget di bawah laut. Selain fasilitas eksplorasi bawah laut, di
Pulau Mawang ini juga terdapat penangkaran lobster, kita dapat minta agar
disediakan hidangan lobster segar. Yummie~ Selain itu, kita juga bisa melihat
penangkaran Kima, tepat dibawah rumah penjaga pulau. Kita pun bisa menyelam dan
melihatnya secara langsung! :) Pulau Mawang jauh lebih kecil dibandingkan dengan Pulau Labengki, untuk
mengitari pulau tidak sampai 15 menit. Pulau ini pun hanya ditinggali oleh sekitar 10 keluarga.
![]() |
Pulau Mawang |
Ketika ingin melanjutkan perjalanan
pulang, bapak Kepala Desa berucap: “Ombaknya
sedang tinggi ini”. Tentu saja membuat kami semakin ketakutan, karena ada
istilah “Kalau orang Bajoe bilang ombak,
maka percaya saja”. Melihat ombak di sore hari yang memang lebih besar, kami
memutuskan untuk transit dan menginap satu malam di rumah salah seorang warga
Desa Boedingi, Desa yang terletak di sebuah pulau antara Lasolo dan Labengki.
Perjalanan ditempuh dengan menyisir pulau-pulau supaya tidak kena ombak besar.
Desa Boedingi juga dihuni oleh suku Bajoe, menariknya di pulau ini terdapat
tambang Nikel.
Kami berangkat pukul 5.30 keesokan harinya dan langsung disapa
oleh matahari pagi yang menyinari berbagai pulau kecil di sekitar Desa
Boedingi. Sesuai harapan, laut sangat tenang. Setelah menempuh perjalanan
sekitar 2 jam, kami sampai ke Pelabuhan
Lasolo.
Di tempat merapatnya kapal terdapat pangkalan ojek,
langsung saja bilang minta diantar ke jalan raya/ mau cari mobil ke Kendari.
Setibanya di pinggir jalan kami menunggu
mobil penumpang ber-plat kuning dengan tujuan Kendari. Mungkin disini memang
butuh sedikit kesabaran dalam hal menunggu angkutan umum. Cukup dengan Rp.
60.000/orang kita sudah bisa sampai ke Kendari. It’s time to go home!
Till we meet again!
![]() |
Clap along if you feel like happiness is the truth! :) |
NB: beberapa fotonya buram pas di post hiks kenapa ya :(
Fulki's blabbering about:
Buton,
Hidupku,
inspirasi,
Travelling
Kamis, 21 Agustus 2014
Embracing Buton #5: Pulau Makassar.
![]() |
Aloha Pulau Makassar! |
![]() |
Di Pantai Kamali, area pelabuhan jonson yang mau ke PuMa |
![]() |
Ini namanya jonson qaqaaaa~q |
Sesampainya di pelabuhan
PuMa, awalnya agak bingung, karena aselii ini sangat mendadak jadinya tidak ada
persiapan sama sekali. Belum searching tempat, belum siapkan apa-apa, dan tidak
ada kenalan yang bisa bawa kami berkeliling disana. Akhirnya kami gentayangan
di Puma.
Pulaunya amat
sangat sepi. Jalanan hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki dan motor. Tidak ada
mobil disini. Kondisinya betul-betul mirip dengan pulau kecil pada umumnya.
Rumah-rumah disini masih sangat sederhana, kebanyakan masih berdinding bilik
dan beratap rumbia, walaupun sudah banyak yang juga disemen.
DI jalan kami
melewati pedagang yang sedang menjemur teripang. Teripang-teripang ini katanya
biasa diekspor ke hongkong. G tau buat apa, mungkin buat makanan kali ya…
Karena bentuknya mengingatkan saya pada … yang diekskresikan oleh tubuh
manusia. Ehehe. iyuuuuhhh!
![]() |
Teripang lagi tanning biar coklatnya maksimal |
Dari sana kami
berkeliling-keliling tanpa arah. Ahaha. Panas dahsyat! Kamipun memutuskan untuk
melakukan kunjungan ke Puskesmas setempat, namanya Puskesmas Liwuto. Puskesmas
ini terletak dekat sekali dengan pelabuhan. Kamipun melakukan wawancara singkat
dengan Kepala Puskesmas Liwuto yang merupakan seorang bidan.
Yep, puskesmas
ini tidak memiliki dokter sejak kira-kira 1 tahun yang lalu. Pantas saja banyak
sekali pasien rujukan dari Puskesmas Liwuto yang datang ke puskesmas wajo
tempat saya dan teman2 di 4 bulan pertama bertugas. Pegawai puskesmas liwuto
banyak yang tinggal di kota bau-bau, jadi biasanya tiap pagi ada satu kapal
yang di carter bersama berisikan semua pegawai puskesmas yang akan menyeberang.
Begitupun ketika pulang, jadi tidak ada pegawai yang bisa kabur pulang duluan,
hehe. Suasana di puskesmas liwuto pun sangat sepi, berbeda sekali dengan di pkm
wajo yang pasiennya membludak. Ditambah angin laut yang sepoi-sepoi dan
pemandangan yang indah, mungkin kerja dokter di puskesmas ini kebanyakannya
adalah ketiduran. -,-
![]() |
Dengan Ibu Kepala Puskesmas Liwuto |
![]() |
Rumah Dinas Dokter yang tidak berpenghuni |
Banyak juga
fasilitas yang ada di Puskesmas Liwuto seperti incubator neonatal, tapi
akhirnya tidak bisa dimanfaatkan karena tidak ada operator yang kompeten. Sedih
ya L
Dari Puskesmas
Liwuto, kamipun pamit untuk sholat dzuhur. Ini beneran udaranya super panas
tapi angin laut sepoi-sepoi, bawaannya emang enak banget buat tidur. Setelah
sholat, yafidy udah muka-muka bantal dan ketiduran, saya jadi pundung soalnya
udah jauh-jauh ke PuMa masa mau tidur doangg errrggghh. Akhirnya avatar deddy
mengamankan suasana dan saya jd g pundung dan akhirnya yafidy bangun. Kamipun mulai
jalan lagi.. Rencananya kami mau ke Pantai Lakorapu, cukup terkenal di PuMa.
Di perjalanan
saya bener-bener kepengen yang namanya es kelapa muda. Panas-panas hot jeletot
berangin, kayaknya enak banget minum es kelapa. Akhirnya orang-roang yang punya
pohon kelapa dirumahnya ditanyain satu-satu, jual es kelapa nggak. Mungkin
karena mereka hampir semua punya pohon kelapa, jadi es kelapa ini udah dilirik
sebelah mata. Gaaak ada yang jual samaaa sekalii. Padahal kelapa banyak banget
berlimpah bagus-bagus ngegantung dan kaya bisik-bisik “come and get me if you
dare lalala”. Teasing banget! Giliran ibunya mau ngasih, gak ada yang bisa panjat. tengkyuu.
Akhirnya dijalan
ada saung tempat ibu-ibu lagi kongkow, terus kita jadi curhat lagi nyari kelapa
terus sedih g ketemu. Eeeeh ternyata kebon di depan saung tersebut itu isinya
pohon kelapa punya ibu yang lagi kongkow disana. Langsunglah mereka nyuruh orang panjatin
itu pohon. Ada kali dikasih 10 kelapa lebih. -,-
![]() |
Mabok kelapa *pingsan |
Selain
dipanjatin, kita juga dibuatin es kelapanya. Kita tinggal beli es, susu, dan sirup,
lalu sama ibunya dibuatkan es kelapa. Mungkin muka kami ini udah melas
kepanasan kali ya. Ya ampun ibunya baik bangeeettttt.
Puaslah kami
minum es kelapa, mana abis itu dikasih kelapa buat dibawa pulang. Asalnya mau
dikasih 6 biji tapi kebanyakan -,- akhirnya kami hanya ambil 2.
Look at our happy face dapet kelapa gratisan:
Look at our happy face dapet kelapa gratisan:
Perjalanan ke pantai lakorapu kami lanjutkan, ceritanya disana kami mau sekalian makan siang. Di jalan kami melewati rumah panggung khas penduduk dan anak-anak kecil yang jual ikan keliling. Disini tidak ada pasar ikan, saking banyaknya ikan di laut. Jadi ya ikan hanya dijual door to door.
![]() |
Menjual ikan keliling... |
Sesampainya di pantai lakorapu, ternyata... sedih! pantainya sudah tidak terurus dan sepiii sekali. akhirnya kami menyusuri jalur pantai yang pas ditilik sebenernya potensi wisatanya bagus sekalii, tapi minim perawatan :( setelah foto-foto narsis *tetep* akhirnya kami kembali ke perkampungan penduduk.
![]() |
Selfie dulu euy biar hepi |
Kami transit di sebuah mesjid terapung, namanya mesjid ArRahman. Mesjid yang kalau pagi sampai siang dia akan terbenam air, tapi sore ke malam airnya akan surut. Di mesjid ini kami sholat ashar dan makan siang *telat*. Sambil istirahat di mesjid, kami didatangi oleh Pak Sabaruddin, pasien kami di puskesmas wajo yang seorang guru madrasah ibtidaiyah di kota Bau-Bau, yang TERNYATA orang PuMa! Akhirnya kami banyak ngobrol dan berbincang-bincang tentang perubahan dan kondisi PuMa dan kota Bau-Bau.
![]() |
Mesjid terapung ketika sedang surut air laut.. Kalau pagi sampe sore air naik sampai batas tiang di bawahnya itu... |
Ketika sore tiba, dari mesjid terapung kami melihat ada sekawanan anak-anak dan remaja muda yang sedang bermain di lapangan pasir putih panjang. Jadi di depan mesjid ada sebuah dataran dangkal yang akan muncul ketika sore hari karena air surut. Dataran ini terdiri dari pasir putih panjang yang lembut seperti sagu! Karena tergoda sekali, akhirnya saya deddy dan pak sabaruddin menuju dataran ini dan bermain bersama anak-anak. Yafidy? tertidur lelap di mesjid.
![]() |
Area pasir yang timbul ketika surut |
![]() |
Halooo adik-adik! :) |
Di lapangan pasir putih ini ada sekelompok remaja yang bermain bola sepak (sampai bisa dua lapangan), dan anak-anak yang lebih kecilnya bermain bola-bola pasir, mencari rumput laut, mencari kepiting, dsb. Saya tentu ikut dengan anak-anak yang lebih kecil, hehe. Saling melempar pasir satu sama lain.
Hal yang sangat mengesankan disini adalah: kita bisa melihat kota Bau-Bau dari jauh. Memang bagus sekali, apalagi dengan kontur kotanya yang dari pantai langsung menanjak ke dataran tinggi macem di Yunani *ngarep* . Selain melihat kota Bau-Bau, disini juga kita bisa melihat matahari terbenam yang penuh dan amat.sangat.cantik! :'
![]() |
Baubau dari kejauhan! |
![]() |
Sunset sempurna :) |
Jam 5.45 sore kami pun naik jonson dan pulang kembali ke kota Bau-Bau. Senangnya main ke PuMa :")
Rabu, 20 Agustus 2014
Stranger.
Sea of Strangers -Lang Leav
In a sea of strangers,
you've longed to know me.
Your life spent sailing
to my shores.
The arms that yearn
to someday hold me,
will ache beneath
the heavy oars.
Please take your time
and take it slowly;
as all you do
will run its course.
And nothing else
can take what only--
was always meant
as solely yours
***
When no longer stranger I hope so dearly not to be stranger again.
Minggu, 06 Juli 2014
Kecocokan Jiwa
"Kecocokan jiwa memang tak selalu sama rumusnya...
Ada dua sungai besar yang bertemu dan bermuara di laut yang satu; itu kesamaan
Ada panas dan dingin bertemu untuk mencapai kehangatan; itu keseimbangan
Ada hujan lebat berjumpa tanah subur, lalu menumbuhkan taman; itu kegenapan
tapi satu hal tetap sama...
mereka cocok karena bersama bertasbih memuji Allah
seperti segala sesuatu yang ada di langit dan bumi, ruku' pada keagunganNya."
Disadur dari blog Ust. Salim A. Fillah
Ada dua sungai besar yang bertemu dan bermuara di laut yang satu; itu kesamaan
Ada panas dan dingin bertemu untuk mencapai kehangatan; itu keseimbangan
Ada hujan lebat berjumpa tanah subur, lalu menumbuhkan taman; itu kegenapan
tapi satu hal tetap sama...
mereka cocok karena bersama bertasbih memuji Allah
seperti segala sesuatu yang ada di langit dan bumi, ruku' pada keagunganNya."
Disadur dari blog Ust. Salim A. Fillah
Langganan:
Postingan (Atom)