Embracing Buton #3: Lasalimu Pantai.

We travel not to escape life. But for life not to escape us.” -NN

Di tengah kesibukan dan kejenuhan yang sempat melanda selama menjalani rutinitas profesi dokter, saya, Deddy, dan teman-teman dari SGI (baca di Embracing Buton #2 tentang SGI) berkesempatan untuk melakukan petualangan ke daerah Kabupaten Buton, tepatnya Desa Lasalimu Pantai.

Kami berangkat menggunakan mobil travel sewaan, dengan biaya 35ribu per orang. Perjalanan menuju Lasalimu Pantai memakan waktu kira-kira 4 hingga 5 jam. Tentu ini tergantung kecepatan supir mobil travelnya, hehe. Akan tetapi tenang saja, kondisi jalan sudah sangat bagus dan pemandangan di kanan-kiri selama perjalanan juga memanjakan mata. Perjalanan menjadi tidak terasa ^^.

Rumah Jabatan Bupati Buton

Letter Buton 

Perjalanan saya menuju Lasalimu Pantai memakan waktu yang lebih lama dari seharusnya, karena tentu saja: banyak transit. Mulai dari foto-foto di letter Buton dekat Rumah Jabatan Bupati, Pantai Pasir Hitam, dan yang tidak boleh dilewatkan adalah istirahat makan di rumah makan daerah Wa Ko Ko. Tempat ini menjadi tempat transit semua supir kendaraan travel jalur kota Bau-Bau - Pasar Wajo - Lasalimu. Dalam perjalanan juga kita bisa melihat ada yang dinamakan dengan bukit teletubbies, yaitu padang rumput hijau luas dan berbukit yang menyerupai bukit di film anak-anak teletubbies. Hihihi, setiap membayangkannya saya jadi senyum sendiri. Lucu sekali :)


Run Fulki Run!
Di Pantai Pasir Hitam

Sesampainya di Desa Lasalimu Pantai sekitar jam 5 sore, saya langsung melakukan orientasi medan (dan sambil narsis tentu hehe). Kami berjalan ke arah Perkampungan Suku Bajoe yang terletak di area dermaga. Suku Bajoe atau biasa dikenal dengan Suku Laut Bajoe merupakan Suku yang poros kehidupannya berputar di Laut. Laut menjadi bagian dari jati diri Suku Bajoe. Coba baca tentang suku Bajoe disini.

Sesampainya disana saya masuk dan berkeliling di perkampungan suku Bajoe. Rumah disana merupakan rumah panggung yang tinggi-tinggi dengan beberapa rumah masih berdinding anyaman bilik. Karena rumah mereka tinggi dan langsung berhubungan dengan air laut di bagian bawah, biasanya terdapat minimal satu perahu kecil yang diparkir dibawah rumah untuk menangkap ikan. Mereka juga punya bangunan seperti saung kecil bentuk panggung tinggi yang ada di pinggir laut dan berhubungan langsung dengan rumah. Bangunan kecil ini digunakan untuk menjaring ikan. Ikan yang ditangkap kemudian akan dibawa ke kota Bau-Bau untuk dijual. Ukuran ikannya pun fantastis, biasanya ikan-ikan besar yang ditangkap disana.









Ketika langit sudah hampir gelap dan kami sudah puas berkeliling, melihat-lihat dan narsis (sedikit), saatnya untuk pulang. Walaupun ada beberapa wisma yang bisa dijadikan pilihan tempat tinggal, kami memilih untuk tinggal di rumah warga. Hal terbaik dalam melakukan travelling adalah bagaimana caranya bisa menyatu dengan masyarakat asli di daerah tersebut. Caranya adalah dengan tinggal dan melebur dalam aktivitas keseharian penduduk setempat.

Selepas maghrib, teman saya dari Sekolah Guru Indonesia yang bertugas di lasalimu biasanya mengumpulkan anak-anak suku Bajo untuk mengaji. Akan tetapi pada hari itu, kegiatannya agak berbeda. Anak-anak melakukan pertunjukan pentas seni berkelompok dan kemudian dinilai. Lucu sekali melihat anak-anak dengan banyak tingkah, gaya, dan keisengan mereka melakukan pertunjukan di atas ‘panggung buatan’ yaitu teras rumah panggung. Hehe.



Malamnya seperti biasa, panggilan dokter! Ternyata di Desa Lasalimu Pantai tidak ada dokter sama sekali. Dan karena tersebar kabar bahwa ada dua orang dokter yang datang ke Lasalimu, akhirnya kamipun dihubungi dan berkeliling ke rumah penduduk dengan menggunakan motor untuk periksa pasien dalam kondisi gelap. Di Lasalimu Pantai ini belum ada lampu jalan ternyata, pencahayaan hanya dari rumah penduduk. Ditambah lagi, di jalan motor kehabisan bensin oalaaah dan harus meminta bensin ke warga sekitar. Ehehehe seru!

Keesokan harinya, tujuan perjalanan adalah pantai Koguna, tetapi sambil menunggu body (perahu kecil) untuk kesana kami main-main di dermaga. Untuk berangkat ke pantai Koguna kami harus membawa makanan dari rumah. Seperti biasa, orang Buton kalau ke pantai pasti bakar ikan hehe. Di lasalimu harga ikan yang biasa dijual 10-20 ribu bener-bener banting harga jadi 1000 rupiah untuk 3 ekor ikan. ADUH MAMAAA SAYANGEEE! Saking banyaknya ikan dan hampir semua penduduknya adalah nelayan, ikan bahkan sering dibagikan gratis disini. Kami membawa nasi, ikan mentah, bahan untuk membuat colo’-colo’, dan peralatan untuk bakar-bakar.

Jual Beli Ikan di Lasalimu Pantai 



Tidak ada takutnya dengan laut



Sembari menunggu kapal, saya main di dermaga bersama anak-anak Bajo. Mereka biasa bermain disini setiap hari. Kagum sekali saya dengan anak-anak ini, tidak ada takutnya dengan laut! Bahkan laut menjadi seperti menyatu dengan mereka. Baju mulai dari kering, basah, kering, sampai basah lagi. Lompat sambil salto dari atas dermaga ke laut, lompat ke kapal dan berlari-lari di dek, memancing, naik katingting/sampan sampai jauh, membawa bulu babi dan berbagai hewan laut aneh lainnya. Kaki luka karena menginjak karang bukan lagi jadi masalah.

Berenang di dermaga

Dengan anak-anak suku Bajoe


Saya akhirnya memberanikan diri naik katingting atau mungkin biasa disebut sampan. Seru banget! Laut terasa dekat dan ramah :) Ketika puas berkeliling, tiba-tiba saya ‘diserang’ oleh anak-anak Bajo dan perahu saya ditenggelamkan. Saya panic dan berusaha mengeluarkan air dari katingting, tapi apa daya, katingting yang kecil lama-lama tenggelam juga. Akhirnya saya harus berenang, hehe. Jail sekali mereka itu. Dengan tingkah khas anak-anak yang lucu dan iseng akhirnya saya tertawa juga dan malah happy. Kapan lagi bisa berenang di dermaga dengan anak-anak Suku Bajoe yang fenomenal ini. :)

Naik katingting untuk pertama kalinya

Katingtingnya ditenggelamkan anak-anak hehe

Beberapa kali saya dikejar anak-anak, entah itu mau dikasih liat bulu babi-kah, atau bintang laut. “Bu Dokter, Bu Dokter, liat ini ada bintang lauuuuttt!!!”.


Setelah puas tertawa, berenang, dan bermain di dermaga dengan suku Bajoe, akhirnya bodi pun datang. Kami berangkat ke Pantai Koguna. Pemandangan di kanan kiri sepanjang perjalanan sangatlah indah. Daerah kepulauan dengan pasir putih dan air yang jernih. Breathtakingly Beautiful!

Di atas body menuju pantai Koguna
Perjalanan dari dermaga ke pantai koguna kurang lebih 45 menit. Pantai ini bisa ditempuh via jalur darat maupun jalur laut. Jalur darat memakan waktu lebih lama dengan kondisi jalan yang juga tidak mudah. Jalur laut tentu jadi pilihan!

Pantai Koguna nampaknya jadi pilihan untuk rekreasi bagi warga sekitar Desa Lasalimu Pantai. Berbondong-bondong warga datang dengan menggunakan bodi. Kira-kira ada kurang lebih empat bodi yang terparkir di pinggir pantai Koguna. Dengan kapasitas  satu bodi kira-kira 20-30 orang, bayangkan betapa penuhnya! Ditambah lagi biasanya mereka membawa sound system sendiri, suasana pantai koguna mengingatkan saya pada kondisi Kebun Binatang Ragunan ketika libur anak sekolah.

Pantai Koguna


Tapi penuhnya pantai tersebut terobati dengan kondisi laut yang jernih, tenang, airnya hangat dan sangat mengundang kita untuk berenang. Saya berenang sampai tidak peduli kulit hitam! Padahal bagi orang yang berasal dari jawa seperti saya ini, itulah hal yang dihindari, hehe.



Di daerah pantai Koguna ini juga ada yang dinamakan dengan Rawa Udang Merah. Jadi kita harus masuk sedikit ke daerah hutan di samping Pantai Koguno, kemudian sampai ke rawa yang didalamnya terdapat Udang Berwarna Merah. Bagus sekali!

Rawa Udang Merah

Kurang lebih jam 4 sore akhirnya kami pulang kembali ke Desa Lasalimu Pantai. Karena kecapean, hampir semua awak bodi ketiduran di perjalanan pulang. Hari yang menyenangkan! :) Selanjutnya kami istirahat dan bersiap untuk pulang kembali ke kota Bau-Bau keesokan harinya.

Ketika mengenang Lasalimu Pantai dan Anak-anak Suku Bajoe, akan ada desir hangat di dada.  A short-but-very-sweet escape. :)  


Komentar

  1. aaaaaa seru sekali teh fulkiii.. semoga lancar jaya ya internshipnya disanaaa,.. have fun! :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Embracing South-East Celebes: Desa Labengki

When I'm feeling blue?