Embracing Buton #1: Museum Wolio


Wolio: Suku asli di Pulau Buton
Seperti suku sunda untuk Jawa Barat, dan suku bugis untuk Sulawesi Selatan

Ini jadi yang #1 bukan karena trip paling awal, tapi karena baru terjadi beberapa hari kebelakang, jadi masih inget. Trip yang lain harus agak ubek-ubek ingatan dulu. Maklum nenek-nenek (tapi imut).

Jadi, tanggal 15 April kemarin saya dan beberapa teman menyengajakan diri untuk pergi ke Museum yang ada di Kota Bau-Bau, tepatnya di daerah Ba'adia. Kira-kira 10 menit naik motor dari Puskesmas Wajo (rumah dinas kami).

Ketika sampai, saya langsung excited *paket manik fulki fadhila: sumringah-nyengir lebar-jejingkrakan*. Tampilan museum-nya menarik dan menjanjikan. Usut punya usut, museum ini masih dikelola oleh pribadi, yaitu keturunan keluarga Kesultanan Buton. Museum tersebut merupakan Kamali (istana Sultan) yang pada akhirnya dibuka dan menjadi tempat penyimpanan semua benda peninggalan Kesultanan. Pendanaan berasal dari keluarga dan pengunjung, walaupun belakangan ini juga mulai mendapatkan dana dari pemerintah untuk renovasi.

Kenapa banyak sekali museum yang dikelola negeri yang terbengkalai ya? Saya paling kagum sama museum swasta Ullen Sentalu di Jogjakarta (coba cek www.ullensentalu.com) yang bagusnya pake banget. Bukan hanya terawat tapi juga penyajian museumnya menarik. Memang tidak bisa di generalisir, banyak juga museum negeri yang bagus, misalnya museum benteng rotterdam di Makassar atau museum fatahillah di Jakarta. Walau masih banyak sekali museum yang kondisinya menyedihkan; Museum Wallacea di Kendari atau Museum Sri Baduga di Bandung. Hiks. Padahal harusnya museum negeri punya akses yang lebih luar biasa terhadap benda-benda peninggalan sejarah. 

Ketika masuk, kami langsung disambut oleh "tour guide" yang merupakan keluarga keraton Buton. Beliau mengajak kami berkeliling dan menjelaskan dengan sangat rinci mengenai Buton dari akar-akarnya. Benda-benda peninggalannya kurang lebih sama dengan museum peninggalan kebudayaan yang lain, akan tetapi ada beberapa hal yang unik dan berkesan sekali buat saya. Inilah yang akan saya uraikan lebih lanjut:

Ratu Pertama Buton adalah wanita. Menurut silsilah, pemimpin pertama Kerajaan Buton merupakan seorang wanita: Ratu Wa Ka Ka (iya, sama, saya juga nahan ketawa), seorang putri dari Negeri Cina, yang (katanya) merupakan keturunan langsung Jengis Khan dan Kubilai Khan. Putri ini menjadi Ratu Buton yang pertama dan menikah dengan pangeran dari Kerajaan Majapahit. Lalu beranak-pinak di Buton. Jadi orang Buton itu ada blasteran Cina-Pribumi gimanaaa gitu, macem Rio Dewanto. *ihik *akujugamauuu dan ini juga yang mungkin menjadi alasan lambang kota Bau-Bau adalah: NAGA.

Naga Pantai Kamali yang menjadi simbol Kota Bau-Bau 

Sistem pemilihan pemimpinnya adalah dengan musyawarah. Jadi bukan berarti kalau ada seorang Sultan terus beliau meninggal anaknya yang akan jadi sultan. Tapi dia yang memang kompeten dan dekat dengan rakyat-lah yang pantas memegang jabatan. Bisa jadi dari adik, sepupu, atau siapapun tokoh di masyarakat yang memiliki kompetensi dan kharisma seorang Sultan (dan memiliki darah keraton, walau bukan keturunan langsung sultan).

Durasi memerintah adalah berdasarkan kredibilitas Sultan dalam memegang amanah kepemimpinan. Jika seorang Sultan dianggap sudah tidak layak menjabat, maka ia akan diberhentikan. Oleh karena itu, periode pemerintahan Sultan di Buton sangat bervariasi, ada yang beberapa bulan saja, tetapi bahkan ada yang sampai wafat masih memerintah. Sultan ke-8 Buton bahkan mendapatkan hukuman mati karena dianggap tidak amanah terhadap tugas dan menyelewengkan wewenang demi kepentingan pribadi. 


Di atas saya ini adalah foto Sultan Buton dengan pengawal2nya. Di payung yang melindungi  Sultan terdapat tali berwarna merah. Tali tersebut merupakan peringatan kepada Sultan untuk menjaga amanah. Jika tidak amanah, maka tali merah tsb akan digunakan untuk mengakhiri hidup Sultan tersebut.
Naskah ikrar pengangkatan Sultan menjadi bukti betapa beratnya jabatan pemimpin. Hal yang menjadi pengingat bahwa orang yang paham tidak akan pernah meminta jabatan pemimpin kecuali ditunjuk. Di naskah disebut bahwa jika sultan tidak amanah, yang menanggung beban dosa adalah sampai keturunannya yang ke 7.

Naskah Ikrar Sultan dalam Bahasa Belanda, Katanya, lontar kuno dan naskah kesultanan lebih lengkap di Belanda daripada disini.

Kamali Ba'adia sejauh ini merupakan kamali terbagus di Kota Bau-Bau. Tempatnya luas, rindang, di dataran tinggi, banyak jendela, dan arsitektur rumah kayu-nya bikin betah. Seperti biasa, susunannya rumah kayu. Lantai satu isinya ruang tamu, kamar tidur dengan foto-foto dan lukisan. Lantai dua bentuknya semacam aula besar yang berisikan peninggalan benda-benda rumah tangga, panji kesultanan, tongkat-tongkat kesultanan, alat musik, papan silsilah, dan beberapa foto dan naskah kuno.

Berdiri di depan tombak-tombak dan panji Kesultanan di Aula Kamali

Penggunaan Arab Melayu di dalam naskah kuno, penamaan jalan, dan bahasa sehari-hari. Pengaruh keislaman di Buton sangat kuat, sejak beralih dari sistem Kerajaan menjadi Kesultanan, dengan Sultan Pertama yaitu Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis. Bahkan sampai sekarang, di papan jalan Kota Bau-Bau pasti ada dua tulisan: tulisan latin dan arab melayu.
Tulisan Wolio yang mirip dengan Arab Melayu 

Panji Kesultanan Bertuliskan Arab Melayu

Penamaan Sultan La Ode Manarfa yang berasal dari ayat al-Qur'an: man arafa nafsahu, arafa rabbahu (Barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Rabb-nya). Saya yakin masih banyak lagi penamaan yang memiliki pemaknaan yang kuat tapi masih harus dicari. :)

Sultan Buton yang sekarang, dr. La Ode Izzat Man'arfa merupakan alumni FK Unpad angkatan 1979. WOOOOOWWWW. Walaupun beliau sudah tidak lagi memiliki fungsi dalam pemerintahan, tapi tetap, berarti beliau ini adalah tokoh masyarakat yang dipercaya, dan  beliau adalah kakak kelas saya. Sebenernya g ada hubungan gimana banget sih ahaha tapi seneng aja ngeliat alumni yang cetar membahana melejit begini. Bangga. :)

Pakaian adat dan kain Buton saya suka banget. Banget. Banget. Baju adat wanitanya mirip baju hanbok korea tapi ya. Ada hubungan g ya? 



Yafidy & Livy di Karnaval Buton
Jam sudah menunjukkan pukul 13.00 WITA ketika kami selesai keliling museum. Tapi di luar hujan lebat dan akhirnya g bisa pulang -,-. Terperangkap tapi jadi banyak ngobrol, foto-foto lagi, dan ketawa-ketawa. Trip yang bikin kuota happy harian jadi unlimited :D

Makasih semuanyaaaa, fulki senaaang *yippiiiiieee~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah dibalik lecture PHOP, BHP, dan CRP

bocah-bocah