KKN#1: Berdamai dengan kenyataan


Sore hari, di jalan pulang dari desa ciandum, kanan-kiri kombinasi pemandangan sawah, pegunungan, dan matahari yang cantik sekali. Pemeran: pide, david, fulki. Topik: kondisi kelompok kkn.
“Pid, menurut gw ya, pertemanan di kkn itu kayak summer fling. Yes, it can lead to a commit relationship,  jadi hubungan jangka panjang kalau di follow-up, tapi basically its only a fling. Something we can’t count ourselves into.”

KKN cuma sebulan.
Fakta yang mau g mau harus diterima. Entah sedih, atau malah mungkin –banyaknya- seneng, fakta ini g akan berubah, kecuali kalau mau perpanjangan sendirian. Sama kaya obrolan saya sama Pide di atas. Ini kaya sensasi summer fling. Temporer. Indah, tapi kita tau cepat atau lambat bakal berakhir.

KKN. Kuliah Kerja Nyata. Tinggal di desa, yang antah berantah, ketemu masyarakat, ngeliat dan ngerasain sendiri kondisinya. Kalau kata LPPM (yang jadi Penanggungjawab KKN), inti dari KKN adalah belajar dari masyarakat. Whatever-lah. Yang jelas maksudnya begitu, nangkep ya? :)

Orang yang idealis, disimpen di desa yang begitu banyak permasalahannya, mau g mau pasti terusik. Jiwanya. Berontak. Pengen ngubah. Wajar, namanya juga kita, mahasiswa, yang selama ini ada dalam tataran –cenderung- ideal dan teoritis. Bagaimanapun gejolak dunia mahasiswa di kampus sana, dibilang jauh dari ideal-lah, apa-lah, tetep kalau dibandingkan sama kondisi masyarakat yang asli, jauh.

Saya, si setrika-an, yang kerjaannya ngiterin bandung, bolak-balik bandung-nangor, dikirim ke Ciheras, sebuah desa di selatan tasik, yang dari pantai jarak rumahnya cuma sekitar 100-200 meter. Berhenti dari semua aktivitas yang selama ini udah jadi rutinitas, berhenti dari pikiran-pikiran tentang kampus dan adik kelas, berhenti dari pikiran yang lain-lain.

Dipaksa untuk liburan dan menikmati sebulan di tepi pantai :)

Adaptasi yang dilakukan ekstrim. Beda aktifitas, beda ritme, beda kultur, beda lingkungan. Beda fokus. Salah besar orang yang saling deskridit satu sama lain karena perbedaan tempat tinggal kota-desa. Tiap-tiap kondisi punya dinamika-nya sendiri. Punya serunya masing-masing!

Fakta sebulan kkn gak bisa –gak boleh- dilupain. Segimananya si jiwa terusik pengen bisa ngubah sesignifikan mungkin, memberdayakan sebanyak mungkin, tetep aja, kita ada cuma sebulan. Harus tau kapasitas dan liat hal yang feasible dilakukan –apalagi dengan batasan2 yang dikasih oleh Unpadnya sendiri- Banyak harap yang kandas, banyak mimpi yang redup. Belum lagi dinamika kelompok yang juga jadi salah satu faktor pendukung & penghambat. Mawas diri kuncinya, tau kapasitas. Targetnya bukan jadi orang yang punya banyak mimpi, buat apa juga? Tapi menjadi bijak, menjadi dewasa, kombinasi idealis-realistis dengan kadar yg tepat.

Disini banyak berdialog dengan diri sendiri, banyak berpikir, banyak merenung, banyak evaluasi, banyak melihat, banyak belajar. Akhirnya saya sampai di kesimpulan dan tekad untuk:
Berdamai dengan kenyataan.

Bahwa realita bukan musuh dari mimpi. Ngapain juga musuhan, justru gak boleh saling destruksi. Realita ngasih mimpi sayap, kaki, apapun yang bisa dijadikan alat, biar mimpi menjelma. Jadi sesuatu yang konkrit, bukan cuma hadir dan dielu-elukan di alam pikiran. Supaya mimpi g sia-sia. Mereka harusnya konstruktif-produktif. Saling memberikan feedback positif.

Paling deket dan konkrit yang mungkin saya lakukan, adalah cari tau, secara spesifik, apa yang saya pengen capai dan lakukan di KKN ini. Kalau memang g bisa jadi commit relationship, biarkanlah KKN ini jadi summer fling yang indah dan g terlupakan :)

Ditulis di hari ke 19 KKN;
Harusnya ditulis di Hari ke3 KKN.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Embracing Buton #3: Lasalimu Pantai.

Embracing South-East Celebes: Desa Labengki

When I'm feeling blue?