optimalisasi.

Kalau Etta marah, tandanya saya pasti lagi gak bener.


dimarahin lagi sama Etta dengan alasan yang sama;
gimana caranya berprestasi di rumah.


"kak, muthian sudah belajar?"
"sudah tadi"
"jam berapa selesainya?"
"jam setengah 10"
"Etta sama Bunda baru pergi jam setengah 8, ko udah selesai lagi belajarnya"
"iya Etta tadi kakak udah kasih tau dan suruh muthian belajar. kakak baru pulang jam setengah 9"
"kamu jangan cuma kasih tau, kamu harus PASTIKAN! Inget itu kak, kesuksesan kamu adalah apabila adik-adik kamu juga ikut sukses"
and my father keep talking and repeating the same word all over again.


"Etta udah gak usah suruh-suruh lagi masalah begitu ya, kamu sudah besar, sudah gak perlu dibegitukan lagi"


"Kamu jangan cuma berprestasi di luar sana, berprestasi juga di rumah dong"


daaaaan macam-macamnya. even masalah minum madu atau belum-pun bisa masalah. ergh.

Etta betul-betul menuntut saya untuk jadi anak yang segala berprestasi. IP cumlaude, organisasi bagus, soft skill, adik-adik berprestasi, bantu orang tua di rumah, amanah jalan, dsb. dan saya masih masih masih masih belum bisa untuk begitu. Dengan rutinitas saya di luar yang begini, saat sampai ke rumah, dorongan terbesarnya adalah --> istirahat. Ini yang jadi masalah terbesar saya, optimalisasi semuanya.


Orang banyak bilang ke saya, gila aja udah bolak-balik nangor-bandung, rapat sampe malem, ngurus ini-itu, tapi akademik gak keteteran. No, itu bukan sukses definisi ayah saya, dan yang sekarang ini turun menjadi sukses definisi saya. Saya masih jauuuuuuuuuuuuuuuhhh dari ideal, jauh jauuuhhh. Saking jauhnya jadi ironis.


Sukses definisi ayah saya adalah optimalisasi semuanya.
Semua peran hidup saya.
Anak-Kakak-Teman-Saudara-Calon Dokter-ketua seksi, terutama peran yang melingkupi semuanya, muslimah.
Mungkin hal ini yang g dirasain oleh anak-anak kotsan, karena frekuensi bertemu orang tua dan saudara yg minim, sehingga bisa cenderung fokus ke satu peran hidupnya --> mahasiswa dan calon dokter.

dan itu susah, beneran susah.
tapi bukan mustahil.
menuntut kita betul-betul untuk jadi superwoman.
bismillah, berproses. mudah-mudahan istiqamah dan selalu meningkat.
dimulai dengan membuat jadwal belajar muthian dan masak nasi dulu setelah itu sambung ngedit juklak-juknis. yosh!


ayo jiwa, jangan kerdil!
karena ini semua adalah bentuk pembinaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Embracing Buton #3: Lasalimu Pantai.

Embracing South-East Celebes: Desa Labengki

When I'm feeling blue?