Olymphiart#2: Pride & Prejudice.
Saya suka sama film Pride & Prejudice, yang diangkat dari novelnya Jane Austen. Sebenernya lebih suka film 'becoming Jane' sih, yang justru bercerita tentang kisah nyata hidup-nya si Jane Austen, yang menginspirasi dia bikin novel Pride & Prejudice, yang booming pisan itu, yang bikin mewek super parah, gahaha.
Film-nya ya intinya gitu2 aja sih, english ancient romance. Cerita jaman2 abad ke19an. Laki2 bangsawan kaya ganteng segala bisa yang super-arogan, ngomongnya menyebalkan, suka kaya merendahkan orang, ketemu sama perempuan di suatu desa kecil gitu yang kuat, keras kepala, dan cerdas. Kerjaan mereka berantem selalu, dan perempuan ini benci banget sama si laki2 yang super arogan ini. Dua-duanya saling punya prejudice (prasangka) gak baik satu sama lain, dan keduanya punya pride yang juga tinggi.
They fond of each other, the affection is on the air and they just can't deny it (film hollywood pisanlah -.-"). Tapi ya tetep aja, the sparks between those two kalah sama harga diri dan prasangka mereka satu sama lain (thats why judul film-nya pride & prejudice kali ya). Dan akhirnya setelah prasangka dihabisi, dan harga diri ditekan, hingga yang tersisa adalah sincerity (ketulusan), barulah mulai ketemu maksud si laki2 dan perempuan ini toward each other sebenernya baik, caranya aja yang salah, gara2 si pride & prejudice yang muncul dominan di awal. Mereka berdua saling melengkapi dan memperbaiki satu sama lain, sebenarnya.
*****
Begitupun dengan Olymphiart.
tentang prejudice. Banyak hal yang terjadi yang awalnya adalah prasangka. Yang akhirnya prasangka itu berkembang, jadi opini, lalu jadi sugesti, lalu jadi aksi, dan mengeksitasi prasangka baru. Prasangka-nya MUNGKIN bener, sangat mungkin, tapi gak sedikit juga prasangka yang jauuuuuh banget rasanya korelasi-nya sama kebenaran yg ada. Yang bahkan saya sering mikir: "HAAAH, kepikiran sampe segitunya?!". Entah bener entah enggak. Apa saya-nya aja yang terlalu naif dan terlalu polos? Yang mikir bahwa sejahat-jahatnya anak FK kayaknya g akan sampe segitunya. Yang mungkin terlena dengan frase "kakak sayang adik, adik sayang kakak"? Secara saya ngospek dan nge-mabim dua angkatan berturut-turut -_____-"
Entahlah. Di situasi penuh prasangka ini, kayaknya mengkudu pun rasanya manis.
tentang pride. Harga diri, kebanggaan, apapunlah namanya, rasanya jadi aroma yang paling kental di udara. Baik itu harga diri personal, maupun golongan. Jadi inget cerita Ali bin Abi Thalib ra., yang pas perang, beneran tinggal menebaskan pedang-nya ke salah satu musuh, dan Beliau diludahi. Emosi tersulut, tapi pedang malah surut. Kenapa? Karena Beliau tidak mau, pedang yang terhunus, itu karena emosi, rasa-dalam-diri, dan harga diri, bengkok niat-nya. Keluar dari salah satu rukun ibadah; bukan berdasarkan hawa nafsu.
Pride yang terinjak, menimbulkan reaksi yang jadinya berlebihan. Diserang, balik menyerang. Kepentingan golongan terusik, laga-nya seperti pasukan berani mati. Nekat. Tebas kanan-kiri. Serba blur. Dan ini terjadi pada semua yang terlibat - walau makroskopis.
Hebatnya, pride dan prejudice ini kombinasi. Satu sama lain jadinya positive feedback. Saling eksitasi.
Saya gak mau jadi orang skeptis, saya gak mau kehilangan harapan, kalau ini semua akan berefek baik, finally, no matter what, bagaimanapun caranya. Mudah2an realita gak membutakan mata saya untuk tetap percaya, untuk tetap sadar.
Cape, beneran. Saya gak nyaman.
*dan yang paling bikin saya males, tulisan saya ini malah mungkin diartikan macem2 sama orang. Orang-orang gak ngerti maksudnya, dan hebatnya kebanyakan mereka langsung bikin asumsi *keprok*.
Komentar
Posting Komentar