(sok) kuat / egois?

Pas hari kartini kemarin, ada tmn sms saya,
"Selamat hari kartini ful. Emansipasi yang sesungguhnya itu bukan egoisme keinginan untuk bisa jadi wanita yang gak perlu peran laki-laki, tapi yang sadar akan hak dan kewajiban :D "
temen yang sms ini, laki-laki, anak fk juga, sempet kerja bareng saya berkali-kali dn sering bentrok juga pas kerja, apa dia punya trauma kerja sama saya ya? pas dapet sms-nya saya mikir berulang-ulang, emang saya segitunya ya? *masih mikir*

Saya bukan pendukung feminisme. jelas. Perempuan harus sadar akan hak & kewajiban, itu saya setuju 100000%. Bagaimana perempuan tetap berkualitas, memiliki daya, tapi juga tau dan sadar peran mereka sebagai istri yang harus ta'at sama suaminya, ibu yang mendidik dan penuh kasih sayang dan anak yang sholeh kepada orangtuanya (atau apapunlah peran yang melekat). Itu menurut saya bukan hal yang bertentangan.

kalau dipikir, gak butuh laki-laki, gak juga. butuh banget malah (ya iyalah). apa karena imej saya wanita sok kuat didepan orang2 ya, jadi figur independen saya kentara banget. bisa jadi. walaupun sebenernya saya juga turut andil karena dengan sengaja membangun imej sok kuat itu.

hafffuh.
mungkin lebih ke 'manja' pada tempatnya kali ya.. di rumah, kayaknya genetik keluarga saya itu manja semua - kronis banget malah, tanpa terkecuali. tapi ya itu untuk konsumsi rumah. statusnya sama aja kaya orang2 yang g tau kalau hati saya semacam bubur sum-sum saking halusnya (*hoeeek tapi beneran), dan emang mirip banget sama Bunda, hahaha. Menghadapi laki2 sekeras Ayah (walau saya tahu, ayah saya juga sebenernya deep deep inside lembut), Bunda both menjadi wanita kuat tapi lembut, err, gimana ya bingung bahasa-nya, ya gitulah.

Kadang saya suka risih dan aneh sama perempuan yang menebar 'kemanjaannya' kemana-mana. Antara ijuuuwwwh dan gak tepat. Both strong and tender sesuai tempat dan sasaran-nya.

Banyak kok temen2 yang juga banyak saya repotin, banyak banget malah. tapi emang, kalau bahasanya bruno mars, "you can count on me like 1, 2, 3 I'll be there", Nah, jadi orang yang 'digantungkan' oleh orang lain malah membuat saya cenderung mencari mereka yang saya pikir lebih kuat untuk dimintai tolong atau jadi sekedar teman bicara. Jadi mungkin bahasanya bukan gak perlu bantuan laki2 kali ya, tapi cenderung picky/pilih-pilih.

Wajar sih menurut saya, fisiologis, seseorang cenderung mencari yang lebih kuat dari dirinya. Ya karena udah mah imej yang saya bentuk sok kuat, dan jadi orang yang dependable, pilihan saya makin 'terbatas'. Itu yang mungkin membuat orang menganggap saya perempuan egois yang gak butuh bantuan laki-laki (sedih dengernya beneran).

ah udahlah ini makin mongnaon.
"Sesungguhnya hanya Allah-lah Sebaik Baik Tempat Bergantung"

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Embracing Buton #3: Lasalimu Pantai.

Embracing South-East Celebes: Desa Labengki

When I'm feeling blue?