Obsesi.

Kemaren dhila kasian terguncang banget *pilihan bahasanya atulah ful hahaha*, diomongin sama tmn2 tutornya ttg obsesi. Jadi intinya, mereka ngeliat dhila sebagai perempuan yang memiliki banyak obsesi, atau apalah namanya: pencapaian. Pengen belajar ini pengen belajar itu. Hingga akhirnya, untuk mikirin pasangan hidup, menurut mereka (iya beneran mereka ngaitinnya kesana) g ada di prioritasnya dhila. Masuk prioritas-lah, tapi g teratas. Apalagi, tambah mereka, usia dhila udah 22. dan tentang laki2 yang jadi takut buat deketin dsb dsb.

Saya yang masuk ke ruang tutor mereka juga malah kena: "ya kalau fulki wajar-lah, umurnya masih 20. Masih ada 2 tahun lagi untuk mikir kesana." NAHLO KO JADI KE SAYA? -_______-"

Di jalan seharian bareng dhila, ini juga salah satu topik yang jadinya dibahas (makasih banyak ya, Radit dkk -,-). Pluuuus ditengah kesedihan kita berdua dengan kondisi adik2 kami yg dulu kami anggap ngerti, sering banget diobrolin segala macem, tapi sekarang end-upnya pacaran lagi. Hiks.  

Emang gitu ya yang dipikirin orang2 tentang perempuan yg banyak pencapaian? Jadi inget obrolan sama Dinda juga. Ngek. Dan obrolan2 ini malah pop-up disaat saya juga lagi mikir banyak ttg rencana hidup kedepan. Apa salahnya punya target pencapaian? Hal yang g perlu dibenturin. 


kalau ada laki2 yang jiper ngedeketin perempuan yang mandiri dan punya banyak pencapaian, versi-nya dhila adalah, "they don't deserve us." 

Itu sebelum nih ya, nah sekarang kalau udah nikahnya, ya obrolin aja bareng2 ttg rencana hidup ke depan. Obrolin, saya dulu pernah punya rencana begini, sekarang jalur2 mana aja yang kira2 boleh saya ambil? Tentunya dengan mempertimbangkan baik-buruknya bukan hanya buat individu, tapi juga keluarga. Kalau misal harus berhenti, ya berhenti. Kalau misal bisa terus ya terus tapi sesuai koridor. Jelas pertimbangannya.

Sering keluar statement orang2:
"Udah makanya sekarang kejar apa yang bisa dikejar dulu, sekolah tinggi2. ntar kalau udah punya suami mah susah". Kok jadi begini ya mindset-nya? Pada saat udah nikah, semua keputusan memang akan diambil suami. Tapi bukan berarti potensi kita dikebiri bukan? Semua masih bisa berkarya, sesuai peran dan fungsi masing-masing, tetap pada jalurnya. Kalau malah jadi tersupress, menurut saya, itu malah jadi g sehat hubungannya. Kalau diminta berhenti, versi saya itu bukan tersupress, tapi beda tempat pengembangan. for greater good. 

Ini jangan disalahartikan oleh feminis2 ya. Semoga g salah nangkep dan sori2 juga kalau sotoy, ini masih saya yang belum tau medan dan jadinya naif. Hehe :)

Udah ah ini makin random. saya harus penelitian skripsi. 
Mau lulus :(

Komentar

  1. Still busy? It is better than just sit and quiet or sleep. The Rush will make us to be a real human. Because human is a social creature. Good luck.:)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Embracing Buton #3: Lasalimu Pantai.

Embracing South-East Celebes: Desa Labengki

When I'm feeling blue?